REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur PT BCA Syariah Yuli Melati Suryaningrum menyatakan, BCA Syariah dapat memenuhi semua kebutuhan nasabah seperti yang dilakukan perusahaan induknya yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Ia menegaskan, produk syariah yang dimiliki perusahaan lengkap.
"Produk pembiayaan kami lengkap, ada investasi modal kerja, KPR iB, KKB iB, serta pembiayaan emas, pembiayaan umroh, dan sebagainya. Kalau bicara layanan buntut-buntunya ngomongin teknologi," jelas dia dalam webinar Memperkuat Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah yang digelar OJK Institute, Kamis (16/2/2023)
Ia melanjutkan, secara teknologi BCA Syariah mempunyai skala berbeda dengan BCA. Maka, kata dia, sekarang perusahaan tengah berupaya agar setara dengan induknya.
"Sekarang segala sesuatunya seamless, kalau transfer-transfer ke BCA bisa free lewat mobile banking. Ini biar nasabah syariah merasa seamless, karena ekosistem sekarang banyak di BCA, kita ingin semua rasakan manfaatnya," tuturnya.
Yuli menilai, literasi dan inklusi keuangan syariah harus terus didorong agar semakin banyak yang memanfaatkan produk dan jasa keuangan syariah. Ia menyebutkan, per November 2022 pangsa pasar bank syariah baru sebesar 6,83 persen dari sektor perbankan nasional, sementara pangsa pasar bank syariah di Saudi Arabia sudah mencapai 77 persen, di Brunei Darussalam 58 persen, dan Malaysia 31 persen.
Dengan begitu menurutnya, masih banyak ruang bagi bank syariah nasional untuk tumbuh. "Literasi dan inklusi adalah bagian tidak terpisahkan setiap harinya dari aktivitas perbankan. Dampak literasi dan inklusi itu berbanding lurus dengan kinerja, kalau keduanya berhasil semakin berhasil juga operasionalnya," kata dia.
Ia menyebutkan, pada 2022 BCA Syariah mengalami pertumbuhan kinerja yang berkelanjutan. Total pembiayaan pada tahun lalu sebesar Rp 7,6 triliun, naik 21,3 persen year on year (yoy) dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 6,2 triliun.
Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 9,5 triliun pada 2022, naik 23,5 persen yoy dibandingkan 2021 yang sebesar Rp 7,7 triliun. Lalu total aset tumbuh 19,1 persen yoy menjadi Rp 12,7 triliun, sebelumnya sebanyak Rp 10,6 triliun.