REPUBLIKA.CO.ID,
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Saya mau tanya ustadz, sekarang saya bertunangan dengan laki-laki dan dia pernah berzina bukan sesekali saja, tetapi beberapa kali. Jika nanti saya mau menikah, saya takut tidak siap melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang istri, takut jika dalam melayani suami, saya tidak bisa, karena teringat masa lalu calon suami saya yang pernah berzina, lalu apa yang harus saya lakukan, membatalkan pertunangan saya atau bagaimana? Apa hukum menikah dengan laki-laki yang pernah berzina dengan orang lain?
Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum wr.wb.
AA, dengan alamat diketahui Tim Fatwa (Disidangkan pada Jumat, 13 Jumadilakhir 1441 H / 7 Februari 2020 M)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan yang saudari AA ajukan kepada kami, semoga jawaban yang kami berikan dapat memberikan pencerahan terhadap persoalan yang saudari alami. Sebenarnya pertanyaan yang saudari ajukan mengenai berzina sebelum menikah sudah pernah diulas sebelumnya pada buku Tanya Jawab Agama jilid 2 halaman 154-155. Namun, kami akan mengulasnya kembali serta melengkapi jawaban dari pertanyaan tersebut.
Terdapat pengharaman hukum menikah dengan laki-laki yang pernah berzina dengan orang lain. Pengharaman menikah dengan pezina terdapat dalam ayat 3 surah an-Nur (24),
الزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ .
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.
Halaman 2 / 5
Sebab turunnya ayat tersebut terdapat dua periwayatan. Pertama, seorang laki-laki bernama Marstad Ghanawiy membawa tawanan seorang pelacur Makkah ke Madinah kemudian menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw, apakah boleh kawin dengannya?
Kedua, ada pula yang meriwayatkan bahwa turunnya ayat tersebut, adanya seorang perempuan pelacur bernama Ummu Mahzul, mau membiayai (memberi belanja) seorang laki-laki yang telah menzinainya. Dalam persoalan ini ada seseorang yang menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw, apakah boleh untuk mengawininya?
Melihat sebab turun ayat tersebut, maksud larangannya adalah ditujukan kepada larangan mengawini pelacur.
Jumhur ulama menafsirkan ayat … وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ (Wanita pezina tidak dikawini kecuali oleh pria pezina…), bahwa orang-orang fasik yang menyeleweng kebiasaannya adalah berzina, kesukaannya kawin dengan wanita yang fasik dan jahat seperti dia atau wanita yang musyrik. Ia tidak senang menikah dengan wanita yang mukminah yang salihah.
Demikian pula wanita yang berzina yang menyeleweng dan fasik tidak senang kawin dengan laki-laki mukmin yang baik dan lurus. Ia lebih suka kawin dengan laki-laki yang seperti dia, atau dengan laki-laki yang musyrik. Itulah kebiasaan mereka pada umumnya.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook