Sebab turunnya ayat tersebut terdapat dua periwayatan. Pertama, seorang laki-laki bernama Marstad Ghanawiy membawa tawanan seorang pelacur Makkah ke Madinah kemudian menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw, apakah boleh kawin dengannya?
Kedua, ada pula yang meriwayatkan bahwa turunnya ayat tersebut, adanya seorang perempuan pelacur bernama Ummu Mahzul, mau membiayai (memberi belanja) seorang laki-laki yang telah menzinainya. Dalam persoalan ini ada seseorang yang menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw, apakah boleh untuk mengawininya?
Melihat sebab turun ayat tersebut, maksud larangannya adalah ditujukan kepada larangan mengawini pelacur.
Jumhur ulama menafsirkan ayat … وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ (Wanita pezina tidak dikawini kecuali oleh pria pezina…), bahwa orang-orang fasik yang menyeleweng kebiasaannya adalah berzina, kesukaannya kawin dengan wanita yang fasik dan jahat seperti dia atau wanita yang musyrik. Ia tidak senang menikah dengan wanita yang mukminah yang salihah.
Demikian pula wanita yang berzina yang menyeleweng dan fasik tidak senang kawin dengan laki-laki mukmin yang baik dan lurus. Ia lebih suka kawin dengan laki-laki yang seperti dia, atau dengan laki-laki yang musyrik. Itulah kebiasaan mereka pada umumnya.