Pertanyaan:
Assalamu'alaikum
Semoga Allah selalu melindungi kita dengan hidayah-Nya!
Ustaz, saya mau tanya mengenai kehalalan asuransi syariah. Kemarin saya terlibat pembicaraan 4 mata dengan teman saya. Dia mengatakan, kehalalan asuransi syariah dipertanyakan. Alasannya dengan memberikan permisalan, kalau kita sakit terus dana yang kita investasikan di perusahaan asuransi syariah baru ada 6 juta, sementara dana yang kita klaim misalnya 10 juta, maka dari mana yang 4 juta?
Nah, bagaimana sebenarnya pandangan para ulama atas kehalalan asuransi syariah, Ust? Mengingat alasan saya ikut asuransi yakni untuk mengamankan diri dari kesulitan dana, bila mendadak saya sakit atau yang lain. Dana pengobatan sendiri saat ini relatif mahal. Sementara, jika kita investasikan dalam bentuk tabungan di bank, mungkin perkembangan tabungan kita tidak akan mampu mengimbangi inflasi 10-20 tahun ke depan. Saya juga mendengar, bahwa dana yang kita investasikan ke asuransi syariah diawasi oleh BI penggunanaannya, misalnya tidak boleh ke hal-hal yang haram.
Atas jawaban Ustaz, saya ucapkan terima kasih dan jazakumullah khairan katsira!
Wassalam
Abdul Rahman
Jawaban:
Wa'alaikumussalam wr. wb.
Mas Abdul yang dirahmati Allah. Ada dua hal yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi syariah dalam pengelolaan dana peserta. Yang pertama, sistem bagi hasil terhadap hasil pengelolaan dana. Dan yang kedua, sistem bagi risiko di antara sesama peserta.
Sistem pertama menggunakan akad tijarah, yaitu akad yang dilakukan untuk tujuan komersil. Sementara sistem kedua menggunakan akad tabarru’, yaitu akad yang dilakukan untuk tujuan kebaikan dan tolong menolong sesama peserta. Dana yang terkumpul dari kedua sistem ini dipisahkan dan diletakkan pada dua akun yang terpisah.
Perusahaan asuransi syariah kemudian akan mengelola dana tabarru’ dan dana milik peserta (tijarah), berdasarkan konsep bagi hasil dengan menginvestasikannya pada instrumen berbasis syariah. Sehingga, diharapkan dana tabarru’ yang terkumpul, cukup untuk membayar klaim yang terjadi. Dana peserta juga diharapkan akan berkembang sesuai dengan yang direncanakan.
Asuransi yang dalam bahasa arab disebut dengan at-ta’min, merupakan akad yang tergolong baru dan belum muncul pada masa awal perkembangan fiqh Islam. Hal ini tentu saja menimbulkan diskusi dan perbincangan di kalangan para ulama menjadi dua pendapat, yaitu menghalalkan dan mengharamkan.
Pendapat yang mengharamkan berpendapat, bahwa asuransi konvensional mengandung maysir (judi), gharar (ketidakjelasan) dan riba (bunga). Dari kenyataan tersebut, kemudian dianalisis hukum atau syariat Islam yang menyiratkan bahwa, di dalam ajaran Islam termuat substansi perasuransian (asuransi syariah).
Substansi itu antaranya prinsip tolong menolong seperti dalam hadis Nabi SAW, bahwa perumpamaan persaudaraan kaum Muslim seumpama satu tubuh (HR. Muslim). Demikian pula dengan prinsip pada perencanaan atau antisipasi terhadap musibah (Surat An-Nisa’ ayat 9).
Alasan tersebut yang melahirkan fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, di mana prinsipnya menolak asuransi konvensional dan membolehkan asuransi syariah. Dalam penjelasannya, melarang perusahaan asuransi syariah untuk menginvestasikan dana peserta pada hal-hal yang diharamkan oleh syariat Islam. Wallahu a’lam.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Salahuddin El Ayyubi
Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
Diasuh oleh Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB
Kirimkan pertanyaan Anda ke [email protected]