Selasa 22 May 2012 16:55 WIB

Berzakat Penghasilan Tiap Bulan, Haruskah Juga Secara Tahunan?

Zakat (Ilustrasi)
Zakat (Ilustrasi)

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum wr. wb.

Mohon penjelasannya, mengenai zakat penghasilan yang selama ini saya laksanakan di mana penghasilan saya (gaji bulanan) saya keluarkan 2.5% setiap bulan. Apakah saya harus mengeluarkan juga setiap tahunnya dalam saldo tahunan? Sementara gaji, mutlak saya gunakan kebutuhan sehari-hari dan bukan digunakan untuk suatu usaha. Saya juga mempunyai beberapa unit rumah yang saya kontrakkan. Selama ini, saya hanya mengeluarkan 2.5% dari kontrakan setiap tahun. Apakah cara ini sudah benar sesuai syariat agama? Mohon penjelasannya. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Basri

Jawaban:

Wa'alaikumussalam wr. wb.

Mas Basri yang dirahmati Allah, zakat penghasilan atau sering disebut zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi). Landasan dalil yang digunakan ulama untuk zakat penghasilan profesi adalah firman Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S. Al-Baqarah: 267)

Pada zakat penghasilan atau profesi, berdasarkan pendapat ulama, ada tiga metode analogi yang dapat dilakukan. Pertama, dianalogikan dengan zakat perdagangan atau zakat emas perak. Haulnya 1 tahun, artinya mengeluarkannya setahun sekali. Nishabnya 85 gram emas dan kadarnya 2,5 persen.

Kedua, dianalogikan dengan zakat pertanian. Nishabnya senilai harga 653 kg gabah atau 524 kg beras, dengan kadar 5 persen. Tidak ada haul, artinya setiap kali menerima penghasilan segera dikeluarkan zakatnya. Misalnya sebulan sekali.

Ketiga, dianalogikan dengan dua hal sekaligus (disebut qiyas syabah). Yaitu, untuk nishab dianalogikan dengan zakat pertanian (senilai 524 kg beras) dan tanpa haul. Sementara kadarnya dianalogikan dengan zakat emas perak, yaitu 2,5 persen. Untuk praktik di Indonesia, metode analogi terakhir inilah yang digunakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, apa yang dilakukan Mas Basri dengan mengeluarkan 2.5% setiap bulan dari gaji adalah menggunakan analogi ketiga. Analoginya yaitu mengukur nishab dengan zakat pertanian (tanpa haul) dan mengukur kadarnya dengan zakat perdagangan (2.5 %). Sementara, zakat yang dikeluarkan Mas Basri dari hasil kontrakan itu menggunakan analogi yang pertama, yaitu dianalogikan dengan zakat perdagangan atau zakat emas perak. Haulnya 1 tahun, artinya mengeluarkannya setahun sekali. Nishabnya 85 gram emas dan kadarnya 2,5 persen.

Adapun mengenai keinginan mengeluarkan setiap tahunnya dalam saldo tahunan, maka harus diperhatikan. Jika saldo tahunan itu dalam bentuk tabungan (ditabung di bank), yang mana akan bisa bertambah dengan adanya bagi hasil, maka tabungan tersebut wajib dikeluarkan zakat. Apabila tidak ditabung atau tidak diinvestasikan, maka tidak ada kewajiban zakat.

Hal ini untuk mencegah terjadinya pembayaran ganda (double) dalam pengeluaran zakat. Sesuai dengan hadis Rasulullah Saw., “Tidak ada pembayaran ganda dalam zakat.“ ( HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya dan Abu Ubaid dalam kitab al-Amwal-nya ).

Maksud hadis tersebut, sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, bahwa tidak boleh mewajibkan dua kali pembayaran zakat dalam setahun karena satu sebab. Wallahu‘alam.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Deni Lubis

 Diasuh oleh Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPBFakultas Ekonomi Manajemen IPB 

Kirimkan pertanyaan Anda ke [email protected]

Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement