REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Syariah Indonesia (BSI) berkomitmen penuh dalam mengurangi emisi karbon untuk menciptakan Indonesia bebas emisi karbon (NZE) pada 2060. Hingga Juni 2023, BSI sudah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan mencapai Rp 52,6 triliun atau 23,77 persen dari total pembiayaan perseroan.
Saat ini, BSI akan fokus pada lima sektor utama, yaitu UMKM, produk ramah lingkungan, pertanian, dan perkebunan ramah lingkungan, energi bersih dan terbarukan. Selain itu, juga produk hijau lainnya, seperti pembangunan gedung ramah lingkungan, industri pengelolaan air, transportasi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah.
“Saat ini portofolio pembiayaan berkelanjutan di BSI terbesar untuk UMKM sebesar Rp 41,7 triliun, lalu ada produk ramah lingkungan sebesar Rp 4,7 triliun, pertanian dan perkebunan ramah lingkungan Rp 10,9 triliun, energi bersih dan terbarukan Rp 1,7 triliun dan Rp 400 miliar yang terdiri atas pembangunan gedung ramah lingkungan, industri pengelolaan air, transportasi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah lingkungan,” kata Direktur Finance & Strategy BSI Ade Cahyo Nugroho, Rabu (25/10/2023).
Cahyo menyebut pembiayaan berkelanjutan akan menjadi fokus BSI ke depan. BSI menargetkan pembiayaan pada sektor tersebut akan meningkat mencapai 30 persen dari seluruh total pembiayaan BSI.
“Angka ini akan terus naik seiring dengan model - model bisnis baru yang nantinya akan sesuai standar dan penilaian bank, dari sisi penilaian keuangan, risiko, dan lingkungan. Target jangka panjang, pembiayaan keuangan berkelanjutan di BSI akan terus meningkat seiring dengan regulasi dan awareness masyarakat terhadap ekonomi hijau,” katanya.
Saat ini BSI terus kolaborasi dengan berbagai stakeholders untuk menopang pembiayaan sektor hijau melalui OJK, Kementerian ESDM, Kementerian kehutanan dan lingkungan hidup, IDX dan komunikasi kepada investor investor baik dalam maupun luar negeri.
Kedepan, BSI juga terus meningkatkan literasi dan awareness kepada nasabah korporasi terutama pada sektor-sektor yang memerlukan sertifikasi atau standar analisa dampak lingkungan (AMDAL), seperti sektor kelapa sawit, pertambangan maupun industri manufaktur lainnya.
“Sejak BSI berdiri 2021 lalu, perseroan secara konsisten menerapkan business process yang ramah lingkungan dan mengedepankan green business sebagai value perusahaan untuk menciptakan keberlanjutan. Terlebih, nilai-nilai ESG (environment, social, governance) sejalan dengan prinsip dalam menjalankan bisnis syariah”, pungkasnya.
Indikator dalam mengidentifikasi proyek kriteria hijau yang bisa mendapatkan dukungan BSI yakni antara lain adalah pembiayaan yang berlandaskan pada ketentuan syariah yang merupakan bagian dari environtmental social & governance (ESG). Berlandaskan pada ketentuan eksternal regulator yang telah dibuat seperti POJK No.51/2017 yang mengatur tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan.