Sabtu 05 Aug 2023 21:05 WIB

LPPOM MUI Jateng: Masyarakat Punya Hak Bertanya Soal Kehalalan Produk

Masyarakar Indonesia perlu meniru kebiasaan untuk memeriksa bahan baku makanan.

Para ibu sedang memasak. Pastikan bahan baku makanan halal adalah hak setiap muslim.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Para ibu sedang memasak. Pastikan bahan baku makanan halal adalah hak setiap muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Jawa Tengah mengingatkan bahwa masyarakat selaku konsumen memiliki hak bertanya tentang produk yang akan dibelinya, termasuk soal kehalalan.   

"Sebenarnya konsumen punya hak, dan dijamin UU (undang-undang) untuk bertanya (produk yang akan dibelinya)," kata Direktur LPPOM MUI Jateng Prof Ahmad Rofiq di Semarang, Sabtu (5/8/2023).  

Di negara lain, terutama di negara sekuler, kata dia, konsumen sudah sedemikian terbiasa untuk melihat kandungan bahan yang ada dalam produk yang tercantum dalam komposisi di kemasan.   

"Di negara lain, belanja, lihat ingredients, yang jualan malah nanya, 'Apa yang bisa kami bantu?'," kata mantan Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang tersebut.       

Sedangkan di Indonesia, kata dia, tidak jarang ketika konsumen yang sedikit saja memperhatikan kandungan bahan apa saja di kemasan justru membuat pedagangnya tersinggung.   

Menurut dia, regulasi yang mengatur sertifikasi halal sudah ada sejak lama, yakni Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), tetapi belum terimplementasi dengan baik.   

Artinya, kata dia, masyarakat sebagai konsumen yang lebih berperan aktif untuk mencermati kehalalan suatu produk yang akan dibelinya, termasuk dengan memeriksa komposisi maupun menanyakan kepada penjual.   

Untuk produk tertentu, ia mengatakan sebenarnya masyarakat juga bisa secara jeli mengetahui apakah terindikasi halal atau tidak dari ciri-cirinya, misalnya daging ayam.       

"Sebenarnya sederhana. Misalnya beli ayam, kalau di lehernya lukanya enggak lebar, itu indikator sembelihan enggak bener. Apalagi, kalau (luka di leher) hanya lubang kecil," katanya.   

Ayam yang disembelih sesuai dengan syariat Islam, kata dia, luka bekas sembelihan di leher membuka, dan dagingnya terlihat segar, berbeda dengan ayam yang disembelih dengan tidak benar.   

Rofiq juga mengakui banyak pedagang ayam di pasar-pasar yang sekaligus membuka jasa pemotongan hewan, tetapi tidak ada pengawasan ketat mengenai mekanisme penyembelihannya sesuai syariat Islam.   

"Ya, memang belum ada mekanisme pengawasan ketat. Kami dari LPPOM hanya melayani (sertifikasi), MUI bicara soal fatwa, sedangkan sweeping atau operasi pasar seharusnya pemerintah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement