Rabu 10 May 2023 15:22 WIB

Bank Dunia Usul Batas Kemiskinan RI Naik, Ekonom: Harus Diakui Orang Miskin Sangat Banyak

Garis kemiskinan yang Indonesia pakai terlalu rendah.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Kemiskinan di kota besar (ilustrasi). Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia lebih rasional. Garis kemiskinan yang Indonesia pakai terlalu rendah.
Foto: google.com
Kemiskinan di kota besar (ilustrasi). Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia lebih rasional. Garis kemiskinan yang Indonesia pakai terlalu rendah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai standar ukuran garis kemiskinan yang digunakan pemerintah tergolong rendah. Hal ini menyebabkan penduduk miskin tidak tercakup dalam program pemerintah seperti bantuan sosial.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia lebih rasional. Garis kemiskinan yang Indonesia pakai terlalu rendah.

Baca Juga

Dalam peluncuran laporan Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security, Bank Dunia menyarankan Indonesia mengubah ukuran garis kemiskinan dari standar 1,9 dolar AS per hari menjadi 3,2 dolar AS per hari.

"Artinya, jangankan menuju kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024 untuk mencegah tidak terjadi penambahan penduduk miskin pascapandemi saja agak berat," ujar Bhima ketika dihubungi Republika, Rabu (10/5/2023).

Bhima menyebut, perhitungan ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia bisa mengubah cara pandang Pemerintah Indonesia terkait penyebaran bantuan sosial. Menurut Bhima, Pemerintah Indonesia harus mengakui jumlah penduduk miskin bukan sekadar 26 juta, melainkan jauh lebih banyak.

"Sekarang kalau melihat ukuran tersebut dan membandingkan jumlah kelas menengah rentan di Indonesia (115 juta masyarakat), bisa dikategorikan masyarakat miskin baru. Ada pembengkakan angka kemiskinan di sana," ujar Bhima.

Ia melanjutkan, di satu sisi, ada pertimbangan apakah anggaran pemerintah dengan bantuan sosial di dalamnya saat ini mampu menopang jika garis kemiskinan berubah. "Seharusnya bisa tapi harus menggeser banyak anggaran lain yang belum prioritas," ujar Bhima.

Bhima juga menyinggung adanya tekanan politik di Indonesia. Menurut dia, jika pemerintah menggunakan standar garis kemiskinan yang baru (rekomendasi Bank Dunia), akan dianggap kenaikan angka kemiskinan yang cukup tajam. 

"Sebenarnya masalah metodologi garis kemiskinan ini paling penting pemerintah sanggup mengalokasikan bantuan sosial lebih besar dan mengakui jumlah orang miskin di Indonesia sangat banyak sehingga membutuhkan kebijakan lintas sektoral untuk menekan angka kemiskinan secepat mungkin," kata dia menjelaskan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement