Kamis 27 Apr 2023 15:34 WIB

Lebih Utama Haji Qiran, Ifrad atau Tamattu?

Para ulama berbeda pendapat terkait haji Qiran, Ifrad atau Tamattu.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
 Lebih Utama Haji Qiran, Ifrad atau Tamattu?. Foto:  Ilustrasi
Foto: Amr Nabil/AP
Lebih Utama Haji Qiran, Ifrad atau Tamattu?. Foto: Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Para ulama berbeda pendapat terkait haji Qiran, Ifrad atau Tamattu. Para ulama masing-masing memilih pilihan yang menurut mereka lebih utama, tetapi ternyata pilihan mereka berbeda-beda.

Pengasuh Rumah Fiqih, Ustadz Ahmad Sarwat Lc dalam diskusi tanya jawab sebagaimana dikutip dari laman Rumah Fiqih menjelaskan perbedaan pendapat terkait lebih utama mana antara haji Qiran, Ifrad atau Tamattu.

Baca Juga

Haji Ifrad

Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa yang lebih utama adalah haji dengan cara Ifrad. Pendapat mereka ini juga didukung oleh pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Al-Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Jabir bin Abdillah ridwanullahialahim ajma’in. Selain itu juga didukung oleh pendapat dari Al-Auza’i dan Abu Tsaur.

Dasarnya menurut mereka karena haji Ifrad ini lebih berat untuk dikerjakan, maka jadinya lebih utama. Selain itu dalam pandangan mereka, haji yang Rasulullah SAW kerjakan adalah haji Ifrad.

Haji Qiran

Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang lebih utama untuk dikerjakan adalah haji Qiran. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat ulama lainnya seperti Sufyan Ats-Tsauri, Al-Muzani dari kalangan ulama Mazhab Asy-Syafi’iyah, Ibnul Mundzir, dan juga Abu Ishaq Al-Marwadzi.

Dalil yang mendasari pendapat mereka adalah hadits ini.

أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَال : صَل فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُل : عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ

Telah diutus kepadaku utusan dari Tuhanku pada suatu malam dan utusan itu berkata,”Sholatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan,” Umrah di dalam Haji.” (HR Bukhari)

Hadits ini menegaskan bahwa awalnya Rasulullah SAW berhaji dengan cara Ifrad, namun setelah turun perintah ini, maka beliau diminta berbalik langkah, untuk menjadi Haji Qiran.

Dan adanya perintah untuk mengubah dari Ifrad menjadi Qiran tentu karena Qiran lebih utama, setidaknya itulah dasar argumen para pendukung pendapat ini.

Haji Tamattu’

Mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa yang paling baik dan paling utama untuk dikerjakan adalah haji Tamattu’. Setelah itu baru haji Ifrad dan terakhir adalah haji Qiran.

Di antara para shahabat yang diriwayatkan berpendapat bahwa haji Tamattu’ lebih utama antara lain adalah Ibnu Umar, Ibnu Al-Abbas, Ibnu Az-Zubair, Aisyah ridhwanullahi’alaihim. Sedangkan dari kalangan para ulama berikutnya antara lain Al-Hasan, ’Atha’, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qasim, Salim, dan Ikrimah.

Pendapat ini satu versi dari dua versi pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah. Artinya, pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah dalam hal ini menjadi dua, sebagian mendukung haji Qiran dan sebagian mendukung haji Tamattu’.

Di antara dasar argumen untuk memilih haji Tamattu’ lebih utama karena cara ini yang paling ringan dan memudahkan buat jamaah haji.

Maka timbul lagi pertanyaan, kenapa untuk menetapkan mana yang lebih afdhol saja, para ulama masih berbeda pendapat?

Ustadz Ahmad Sarwat Lc menjelaskan bahwa memang perbedaan pendapat itu dipicu karena tidak ada nash yang secara langsung menyebutkan tentang mana yang lebih utama haji Qiran, Ifrad atau Tamattu. Tidak ada dalil Alquran maupun dalil As-Sunnah terkait mana yang utama. Sehingga tetap saja menyisakan ruang untuk berbeda pendapat.

Ada kenyataan bahwa tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berhaji dengan Ifrad, Qiran atau Tamattu’. Kalaupun ada yang bilang bahwa Nabi Muhammad SAW berhaji Ifrad, Qiran atau Tamattu’, sebenarnya bukan berdasarkan teks hadits itu sendiri, melainkan merupakan kesimpulan yang datang dari versi penafsiran masing-masing ulama saja. Tentu saja semua kesimpulan itu masih bisa diperdebatkan.

Jangan Berselisih karena Perbedaan Pendapat

Maka buat kita yang awam, sebenarnya tidak perlu ikut-ikutan perbedaan yang nyaris tidak ada manfaatnya ini, apalagi kalau diiringi dengan sikap yang kurang baik, seperti merendahkan, mencemooh, menghina bahkan saling meledek dengan dasar yang masih merupakan perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Sikap yang paling elegan adalah menerima kenyataan bahwa semuanya bisa saja menjadi lebih afdhol bagi masing-masing orang dengan masing-masing keadaan dan kondisi yang boleh jadi tiap orang pasti punya perbedaan.

Sikap saling menghormati dan saling menghargai justru menjadi ciri khas para ulama, meski mereka saling berbeda pandangan. Kalau sesama para ulama masih bisa saling menghargai, kenapa kita yang bukan ulama malah merasa paling pintar dan dengan tega menjelek-jelekkan sesama saudara dalam Islam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement