Kamis 16 Mar 2023 23:11 WIB

BI: Indonesia Tetap Kuat di Tengah Gelombang Penutupan Bank

Indonesia memiliki ketahanan stabilitas keuangan yang kuat

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Perry Warjiyo mengatakan, Indonesia memiliki ketahanan stabilitas keuangan yang kuat sehingga tidak terdampak penutupan tiga bank di Amerika Serikat (AS) yakni Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank.
Foto: AP/Patrick Semansky
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Perry Warjiyo mengatakan, Indonesia memiliki ketahanan stabilitas keuangan yang kuat sehingga tidak terdampak penutupan tiga bank di Amerika Serikat (AS) yakni Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, Indonesia memiliki ketahanan stabilitas keuangan yang kuat sehingga tidak terdampak penutupan tiga bank di Amerika Serikat (AS) yakni Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank.

"Hasil simulasi stress test kita menyimpulkan stabilitas sistem keuangan Indonesia adalah berdaya tahan dalam menghadapi gejolak global ini termasuk dampak dari tiga bank tadi," kata Perry dalam pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Maret 2023 yang dipantau dalam jaringan di Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Baca Juga

Secara keseluruhan, hasil stress test yang dilakukan BI menunjukkan kondisi perbankan di Indonesia berdaya tahan terhadap dampak penutupan tiga bank AS tersebut. Stabilitas keuangan Indonesia yang kuat didukung oleh deposit funding yang terdiversifikasi sehingga memperkuat ketahanan pendanaan di bank-bank Indonesia. Dia menyebut, hampir tidak ada bank-bank di Tanah Air yang mempunyai obligasi Amerika Serikat (US Treasury) sehingga dampak langsungnya sangat terbatas.

"Risiko dampak langsung hampir nol. Sebagian besar bank-bank kita itu tidak menanamkan dananya kepada tiga bank ini, tidak menjadi deposan dari ketiga bank ini sehingga dampak langsungnya itu memang tidak ada," ujarnya.

Selanjutnya, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan di Indonesia juga tinggi mencapai 25,88 persen. Faktor pendukung lainnya adalah kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) yang sudah melalui manajemen risiko yang baik yaitu pergeseran dari available-for-sale (AFS) ke hold to maturity (HTM). Sementara untuk risiko valuasi, sudah terdapat cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

Namun, Perry menuturkan perlu mewaspadai dampak dari ekspektasi atau persepsi pasar/investor atas gejolak dari kejatuhan bank tersebut. Oleh karenanya, BI terus mengelola persepsi tersebut dengan menstabilkan kurs rupiah melalui intervensi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan termasuk Kementerian Keuangan.

"Stabilkan nilai tukar rupiah untuk mengendalikan imported inflation, memitigasi dampak gejolak global dan ini untuk stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan kita," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement