Selasa 14 Mar 2023 08:21 WIB

Khawatir Krisis Keuangan Baru, Harga Minyak Jatuh Dua Persen

Di sisi lain, pemulihan permintaan dari China memberi dukungan terhadap harga minyak.

Kilang minyak (ilustrasi). Harga minyak jatuh lebih dari dua persen dalam sesi yang bergejolak pada akhir perdagangan Senin (Selasa 14/3/2023 pagi WIB), karena runtuhnya Silicon Valley Bank mengguncang pasar ekuitas dan menimbulkan kekhawatiran akan krisis keuangan baru.
Foto: AP Photo/Jeri Clausing
Kilang minyak (ilustrasi). Harga minyak jatuh lebih dari dua persen dalam sesi yang bergejolak pada akhir perdagangan Senin (Selasa 14/3/2023 pagi WIB), karena runtuhnya Silicon Valley Bank mengguncang pasar ekuitas dan menimbulkan kekhawatiran akan krisis keuangan baru.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak jatuh lebih dari dua persen dalam sesi yang bergejolak pada akhir perdagangan Senin (Selasa 14/3/2023 pagi WIB), karena runtuhnya Silicon Valley Bank mengguncang pasar ekuitas dan menimbulkan kekhawatiran akan krisis keuangan baru. Namun di sisi lain, pemulihan permintaan energi dari China memberikan dukungan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei tergelincir 2,01 dolar AS atau 2,4 persen, menjadi ditutup pada 80,77 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Patokan global awalnya anjlok ke level terendah 78,34 dolar AS, harga terendah sejak awal Januari.

Baca Juga

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April terpangkas 1,88 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi menetap pada 74,80 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI sebelumnya sempat merosot menjadi 72,30 dolar AS per barel, harga terendah sejak Desember.

Pihak berwenang AS meluncurkan langkah-langkah darurat pada Ahad (12/3/2023), untuk menopang kepercayaan pada sistem perbankan setelah kekhawatiran penularan dari kegagalan Silicon Valley Bank menyebabkan penjualan aset-aset AS pada akhir pekan lalu dan regulator negara menutup Signature Bank yang berbasis di New York pada Ahad (12/3/2023).

Indeks saham-saham AS juga diperdagangkan secara berombak karena investor mempertimbangkan kemungkinan jeda kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve pada Maret.

Penutupan mendadak SVB Financial memicu kekhawatiran tentang risiko bank-bank lain akibat kenaikan suku bunga Fed yang tajam selama setahun terakhir. Namun, hal itu juga memicu spekulasi tentang apakah bank sentral dapat memperlambat laju pengetatan moneternya.

"Agak mengejutkan hari ini melihat penurunan besar dalam minyak mengingat fakta bahwa Fed kemungkinan besar akan lebih sulit menaikkan suku bunga secara agresif dan itu akan menyebabkan pelemahan dolar," kata analis Price Futures Group Phil Flynn.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang lainnya, turun hampir satu persen karena imbal hasil obligasi pemerintah jangka pendek jatuh. Greenback yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya dan biasanya mendukung harga minyak.

Kekhawatiran tentang pengetatan moneter Fed lebih lanjut telah diperburuk oleh tingginya persediaan minyak mentah AS.

Produksi minyak mentah di tujuh cekungan serpih AS terbesar diperkirakan akan naik pada April ke level tertinggi sejak Desember 2019, kata Badan Informasi Energi.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement