Selasa 29 Oct 2019 04:30 WIB

Jual Beli Kredit Ternyata Harga Lebih Mahal, Ribakah?

Hukum jual beli kredit perlu penjelasan terperinci.

Jual beli atau kredit mobil (ilustrasi).
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Jual beli atau kredit mobil (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Saya seorang pedagang barang-barang elektronik dan furnitur. Selain menjual dengan sistem kontan atau tunai, saya juga menjual dengan cara kredit. Maksudnya, pembeli membayarnya secara menyicil.

Saya ingin menanyakan tentang bagaimana hukumnya jika kita menjual barang dengan harga yang ber beda antara pembelian tunai dengan kredit, misal jika tunai harganya Rp 5 juta, tetapi jika secara kredit tiga bulan harganya Rp 5,5 juta.

Baca Juga

Bolehkah cara demikian? Saya sering menawar kan harga seperti ini. Bagaimana pula jika saya menawarkan potongan harga jika kredit dibayar lebih cepat, misalnya saya potong Rp 275 ribu untuk pem bayaran dua bulan? Terima kasih atas penje lasannya. Wassalamu'alaikum Wr Wb. 

Parjiyo, Baturetno Bantul

Jawaban :

Wa'alaikumsalam. Semoga Allah melimpahkan kebaikan atas usaha Anda untuk menghindari yang diharamkan. Jual beli dengan dua harga dalam istilah fikih dikenal dengan istilah bai'ataini fi bai'ah. Jual beli jenis ini dilarang oleh agama.

Beberapa hadis melarang mengumpulkan dua jual beli dalam satu transaksi(misalnya HR Tur mudzi). Dari sini, banyak orang menyatakan bahwa jika kita menjual dengan dua harga berbeda seperti Anda sampaikan maka itu adalah dilarang.

Tetapi kalau kita teliti lebih dalam maksud dari hadis di atas, maka akan ditemukan penjelasan yang tidak demikian. Transaksi yang dilarang dalam hal ini adalah ketika misalnya si penjual mengatakan, “Saya menjual kursi ini kepadamu dengan harga Rp 5 juta tunai atau Rp 5,5 juta kredit.” 

Kemudian masing-masing penjual dan pembeli berpisah dengan tanpa mempertegas harga mana yang disepakati. Hal ini dilarang karena karena masing-masing keduanya berpisah dalam keadaan tidak mengetahui harga mana yang disepakati. Ini rentan terhadap adanya konflik di kemudian hari.  

Imam Turmudzi menjelaskan bahwa jika masing-masing berpisah dengan kesepakatan terhadap salah satu harga dari keduanya, maka tidak apa-apa (boleh), dengan syarat harga yang disepakati adalah salah satu dari kedua harga yang ditawarkan itu, bukan harga yang lainnya. 

Dengan demikian jelaslah jika kita menjual dengan dua harga berbeda maka (1) jika ma singmasing penjual dan pembeli kemudian menye pakati salah satu dari kedua harga itu, maka jual belinya adalah sah, atau (2) jika keduanya berpisah dalam keadaan tidak menentukan salah satu harga dari keduanya, maka jual belinya adalah haram, termasuk riba yang diharamkan. 

Jika jual beli model ini diharamkan, maka saya tidak bisa membayangkan kapan para pegawai rendahan akan dapat memiliki rumah, sepeda motor, dan lain-lain. Bukankah semuanya dijualbelikan dengan metode seperti ini? Dalam sebuah hadis dijelaskan menjual dengan cara kredit justru akan mendapatkan berkah karena berarti memberikan kemudahan bagi orang lain. 

Kedua, bagaimana dengan diskon yang ditawarkan atas pembayaran lebih cepat? Hal ini dapat dianalogikan sebagai dua harga pula. Jika pembeli dan penjual tidak menyepakati kapan atau berapa lama kredit akan dibayarkan, maka akan mendatangkan ketidakpastian harga.  

photo
Kredit (ilustrasi)

Meskipun mereka telah bersepakat untuk bertransak si secara kredit, namun jangka waktu dan harganya menjadi tidak pasti (lebih dari satu harga). Karena itu hal ini tidak diperbolehkan. 

Sebagai panduan jika kita hendak melakukan transaksi produk halal secara kredit maka harus memenui kriteria (1) harus ada kesepakatan menge nai jangka waktu kredit dan besarnya harga. Harga kredit boleh lebih mahal daripada harga tunai, baik dinyatakan dalam nominal ataupun persentase.  

Namun perbedaan harga ini bukan semata disebabkan oleh perbedaan jangka waktu pembayaran, namun diperhitungkan dengan risiko yang ditanggung (2) tidak boleh ada kesepakatan mengenai adanya potongan harga ataupun denda yang dikaitkan dengan jangka waktu pembayaran dan disepakati di awal perjanjian.

Jika dikhawatirkan pembeli akan mengingkari perjanjian dalam hal pembayaran, maka penjual dibolehkan menahan barang milik pembeli sebagai jaminan. Denda atas keterlambatan hanya boleh dipungut sebagai bentuk upaya penegakan kontrak, bukan untuk mencari pendapatan.

Denda ini harus dialokasikan sebagai dana sosial, sebagaimana infak dan sedekah dan bukan men jadi pemasukan bagi penjual. Sekian, semoga bermanfaat dan usaha Bapak selalu mendapat ber kah Allah. Terima kasih atas pertanyaannya. Wallahu a’lam bi as-shawab. 

Jawaban disampaikan oleh Masyarakat Ekonomi Syariah Daerah Istimewa Yogyakarta. .

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement