Senin 14 May 2012 14:39 WIB

Suami yang Berhutang, Kok Saya yang Ditelepon?

Kenapa saya yang ditelepon? (ilustrasi)
Foto: telegraph.co.uk
Kenapa saya yang ditelepon? (ilustrasi)

Pertanyaan:

Salam hormat. 

Dengan ini, kami mohon saran dari Bapak atas masalah kami ini. Saya seorang ibu rumah tangga dengan 4 orang anak, dan kebetulan bekerja di sebuah perusahaan tekstil di Surakarta. 

Suatu hari, sewaktu sedang bekerja di kantor, Saya menerima telepon dari sebuah Bank pemerintah yang menanyakan kenapa tagihan kartu kredit suami Saya nunggak lebih dari 3 bulan. Saya kaget, dari mana pihak bank tahu nomor perusahaan tempat Saya bekerja. 

Saya jawab apa adanya, bahwa bila mau tahu mengenai keberadaan suami Saya di rumah bukannya telepon kantor Saya. Sebagai informasi, akhir-akhir ini kami memang mengalami kesulitan ekonomi sejak suami Saya tidak mampu bekerja seperti sedia kala.

Kebetulan, suami Saya saat ini di rumah terus karena sempat sakit sampai koma selama 3 hari di Rumah Sakit. Sampai sekarang, dia tidak mampu bekerja seperti dulu lagi. Apalagi, hasil pemeriksaan pihak RS, bahwa suami Saya menderita gejala kanker otak, sehingga harus lebih banyak istirahat. Hasil pemeriksaan dan perawatan RS juga sudah dilampirkan ke pihak bank. 

Perlu kiranya Bapak ketahui, Yth.Bapak Ahmad Gozali, bahwa sejak itu pihak Bank selalu telepon ke kantor Saya dengan berbagai alasan. Mereka menanyakan, kapan Saya mau bayar tagihan kartu kredit suami Saya. Padahal, suami Saya juga bisa dihubungi lewat telepon.

Suami Saya juga sudah pesan pada pihak bank, "Masalah tagihan jangan melibatkan istri Saya, karena itu tanggung jawab Saya selaku suami. Karena, istriku tidak punya kartu kredit dari bank apapun." Suami Saya sudah menyanggupi untuk membayar tagihan kartu kredit tersebut menurut kemampuan yang ada. 

Karena seringnya pihak bank menghubungi Saya lewat kantor, sehingga membuat pekerjaan kantor Saya terganggu. Bahkan, sempat mendapat teguran dari atasan Saya. Saya bingung, tidak tahu harus bagaimana menanggapi telepon pihak bank yang seolah tidak peduli dengan kondisi pekerjaan Saya. 

Menurut Bapak sebagai ahli bidang hukum, apakah Saya ada keharusan untuk membayar tagihan kartu kredit suami Saya? Untuk itu, Saya mohon saran dari Bapak mengenai perlakuan dari pihak bank tersebut. Selanjutnya, kami sangat berterimakasih atas segala saran Bapak Ahmad Gozali.

Diah

Jawaban:

Ibu, sebelumnya perlu Saya luruskan bahwa Saya adalah konsultan keuangan, bukan ahli hukum. Namun, sepertinya hal ini belum memerlukan tindakan hukum, karena masih bisa diselesaikan dengan baik. Saya juga turut prihatin dengan masalah yang menimpa ibu dan suami, semoga bisa segera diselesaikan dalam waktu yang cepat.

Apakah ibu ikut bertanggungjawab atas hutang suami? Secara hukum, ya, karena suami-istri dalam hukum perdata dianggap sebagai satu kesatuan. Namun, yang bisa dilakukan bank hanya sebatas menagih saja, tidak sampai menyita atau memaksa untuk membayar.

Kenapa bank telepon ke Ibu, bukan ke suami langsung? Ini salah satu trik dari bagian penagihan untuk menciptakan konflik, sehingga mendesak suami untuk segera membayar hutangnya pada bank. Hal ini, sebetulnya memang tidak etis dan dapat diadukan kepada pihak bank.

Lalu, bagaimana jalan keluarnya? Saran saya sih, minta suami untuk mendatangi pihak bank dan memberikan komitmen pelunasan hutang tersebut. Bahkan, dengan hanya membayar sebagian kecil hutang saja sudah bisa membuat proses penagihan terhenti, sekalipun perhitungan bunga bank akan terus berjalan.

Akan lebih baik, jika dilakukan negosiasi dengan pihak bank untuk menghentikan perhitungan bunga. Caranya dengan melunasi sebagian hutang, dan sebagian lagi akan dilunasi dengan skema cicilan yang bisa disepakati. Skemanya sebaiknya dipindah bukan lagi kartu kredit, tapi kredit tanpa agunan. Karena kartu kredit bunganya sangat-sangat tinggi. Bahkan hutang bank tersebut bisa didiskon jika memang ada komitmen untuk melunasinya.

Adapun kondisi suami yang tidak lagi bekerja karena sakit, memang bagaimanapun juga hutangnya akan tetap berlaku di bank. Apapun yang terjadi, bagi bank, hutang adalah hutang. Maka, masalah ini hanya akan selesai dengan tuntas jika hutangnya dilunasi. Sehingga, perlu dipikirkan juga jalan keluarnya, apakah dengan cara menjual aset, atau mungkin mencari sumber penghasilan lain.

Demikian yang dapat saya sampaikan, Bu. Semoga dapat membantu permasalahan yang Anda hadapi.

Salam,

Ahmad Gozali

Konsultasi keuangan keluarga diasuh oleh Ahmad Gozali, perencana keuangan padaSafir Senduk & Rekan. Kirimkan pertanyaan Anda ke [email protected]

 

 

www.ahmadgozali.com

@ahmadgozali

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement