Rabu 09 Jun 2010 04:12 WIB

Pernah Pinjam ke Bank Konvensional, Apa yang Harus Dilakukan?

Red: irf

Pada Republika Online edisi Selasa, 11 Mei 2010, dikisahkan tentang pedagang sayur yang terlanjur pinjam modal kepada rentenir. Kemudian ustadzah Nur mengatakan kepada pedagang sayur tersebut : orang yang meminjam atau dipinjamkan dengan cara riba, maka dua-duanya berdosa. Uangnya menjadi panas sehingga usaha pun tidak berkah, bahkan hidup menjadi sulit. Saya dan suami adalah PNS. Pada saat kami membangun rumah dan membeli kendaraan, kami meminjam di bank non syariah, karena pada waktu itu belum ada bank syariah. Mengingat apa yang diucapkan oleh ustadzah Nur itu, saya jadi takut. Lalu apa yang harus saya lakukan?

Ummul Chusnah

Kronggahan I RT 07/RW 04 Trihanggo Gamping Sleman DI Yogyakarta

Jawaban :

Waalaikumsalaam wr wb. Ibu Ummul Chusnah yang dirahmati Allah SWT,

Kesadaran untuk meninggalkan segala jenis transaksi berbasis riba atau bunga merupakan sesuatu yang patut disyukuri. Jika menilik ayat-ayat yang berkaitan dengan riba, maka ada 4 tahapan larangan riba ini, yaitu :

  1. QS Ar Ruum : 39. Pada ayat ini, Allah SWT mencoba membalikkan logika manusia dengan membandingkan antara riba dengan zakat. Riba, yang seolah-olah bertambah di sisi manusia, ternyata tidak bertambah di sisi Allah. Sebaliknya, zakat yang seolah-olah berkurang di sisi manusia, ternyata bertambah di sisi Allah.
  2. QS An Nisa : 160-161. Pada tahap kedua ini, Allah SWT mulai "memberikan ancaman" kepada para pelaku riba dengan azab yang pedih.  
  3. QS Ali Imran : 130. Di tahap ini, Allah secara tegas melarang riba yang bersifat adh'aafan mudhaa'afah, yaitu riba yang dikenakan dengan prosentase lebih dari 100 persen. Keharaman riba ini disebut dengan haramul juz'i, yaitu larangan yang bersifat parsial.
  4. QS Al-Baqarah : 275-281. Pada tahap terakhir ini, riba dalam prosentase berapapun, besar maupun kecil, dilarang secara mutlak oleh Allah SWT, sehingga keharamannya bersifat qoth'i. Bahkan tidak hanya itu, para pelaku riba (baik peminjam, yang meminjamkan, saksi dan pencatatnya) dianggap telah mengumandangkan deklarasi perang terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tentu saja, ujung dari sistem ekonomi ribawi ini pastilah kehancuran, krisis demi krisis, dan ketidakberkahan.

Dengan demikian, sebisa mungkin kita melepaskan diri dari transaksi ribawi ini. Dalam kasus Ibu, jika memang pada saat itu belum ada bank syariah yang beroperasi di daerah tempat Ibu dan keluarga tinggal, maka menggunakan jasa bank konvensional dapat dianggap sebagai kondisi darurat. Secara hukum, diperbolehkan. Cukuplah kita bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.

Ke depan, ada beberapa hal yang dapat Ibu lakukan. Pertama, hendaknya Ibu memindahkan semua rekening ke bank syariah. Terlepas dari kekurangan yang ada pada bank syariah, langkah ini menunjukkan komitmen kita untuk meninggalkan riba. Kedua, jika ada sisa bunga dari rekening lama ibu di bank konvensional, hendaknya disalurkan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan jalan atau fasilitas MCK. Ketiga, jika ingin memanfaatkan produk-produk keuangan, seperti asuransi, maka gunakan produk-produk syariah. Keempat, perbanyaklah berzakat, infak dan sedekah. Insya Allah akan semakin menambah keberkahan pada harta Ibu. Wallahu'alam.

Wassalaamualaikum wr wb

Irfan Syauqi Beik

Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement