Selasa 18 May 2010 06:30 WIB

Berzakat Lewat Lembaga, Apa Esensinya?

Red: irf

Assalamualaikum Wr Wb

Sebenarnya, apa esensi utama dari kewajiban membayar zakat lewat lembaga, bukan langsung kepada mustahik (penerima zakat)? Kok perasaaan, sepertinya lebih "menyenangkan" untuk memberikan zakat tersebut langsung kepada fakir miskin? Mohon penjelasan secara lengkap. Terima kasih banyak Pak.  

Salam,

Qorry Ayuniyyah

Jl Mawar 3 No 30 Cluster Mawar Sektor 3 Taman Yasmin, Bogor

Jawaban :

Waalaikumsalaam wr wb. Mba Qorry yang dirahmati Allah,

Memang di sebagian masyarakat kita ada pandangan bahwa menyalurkan zakat secara langsung kepada mustahik lebih afdhal. Dari sudut pandang fiqh, pendapat tersebut sah-sah saja. Namun demikian, dari sudut pandang makroekonomi dan kemaslahatan publik yang lebih besar, jika zakat diserahkan langsung kepada mustahik tanpa melalui perantara lembaga amil (pengelola zakat), maka dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan menjadi nihil. Padahal, diantara tujuan utama ibadah zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan.

Oleh karena itu, kalau melihat shirah Rasulullah SAW, kita tidak akan pernah menemukan adanya pembayaran zakat secara langsung dari muzakki (pembayar zakat) kepada mustahik (penerima zakat), kecuali infak dan sedekah. Menurut Monzer Kahf (2002), ada 25 sahabat Nabi yang ditugaskan untuk menjadi amil zakat, seperti Ibn Luthaibah dan Muadz bin Jabal. Ini menunjukkan pentingnya pengelolaan zakat oleh institusi amil. Bahkan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, instrumen zakat yang dikelola amil, mampu mengentaskan kemiskinan masyarakat ketika itu dalam kurun waktu kurang dari dua tahun.  

Ada beberapa dampak positif jika zakat dikelola melalui lembaga amil :

  1. Mobilisasi dana zakat akan besar. Jika zakat diserahkan langsung secara individual, maka mobilisasi dananya akan kecil. Dengan tingginya mobilisasi dana zakat ini, maka peluang untuk mengentaskan kemiskinan akan jauh lebih besar.
  2. Keberadaan amil akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pendayagunaan zakat, sehingga target pengentasan kemiskinan dapat direalisasikan. Riset Beik (2010) menunjukkan bahwa program zakat melalui lembaga amil mampu mengurangi kemiskinan mustahik di DKI Jakarta sebesar 16,97 persen. Tentu saja hal tersebut tidak akan mungkin tercapai apabila zakat diserahkan langsung oleh muzakki kepada mustahik.  
  3. Menjaga kepastian dan disiplin pembayar zakat, serta menjaga perasaan rendah diri mustahik apabila mereka berhadapan langsung dengan muzakki.
  4. Lebih sesuai dengan tuntunan syariah dan shirah Nabawiyyah, maupun shirah para sahabat dan generasi sesudahnya (tabi'in).

Inilah barangkali rahasia kenapa Allah SWT menyebutkan kata amil secara eksplisit dalam QS 9 : 60. Namun demikian, yang tidak kalah penting adalah, hendaknya institusi amil zakat ini memenuhi tiga syarat utama. Yaitu, amanah (bisa dipercaya), profesional (berbasis pada standar manajemen modern), dan dikelola secara full time oleh tenaga amil yang bekerja secara penuh. Sehingga aspek transparansi dan akuntabilitas, yang menjadi modal kepercayaan masyarakat, akan terjaga. Karena itu, silakan Mba Qorry menyalurkan zakat kepada lembaga yang Mba percaya, baik badan amil zakat (BAZ) maupun lembaga amil zakat (LAZ). Insya Allah jauh lebih afdhal dan lebih maslahat. Wallahu'alam.

Wassalaamualaikum wr wb

Irfan Syauqi Beik

Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement